AL HIKMAH

Gunakanlah waktu dengan sebaik mungkin (kita yang mengatur waktu bukan kita yang diatur oleh waktu), Kuasai pikiranmu, kamu akan dapat melakukan apa pun yang kamu Inginkan dengan pikiran tersebut. .

Kamis, 28 Februari 2013

Hak Suami Atas Isteri



Allah berfirman : Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. 4:1)
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai saru tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 2:228)
1.  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya : wanita yang bagaimanakah yang paling baik ? maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : yang menyenangkannya (suaminya) jika ia memandangnya, taat kepadanya jika dia memerintahkan, dan dia tidak menyelisihinya dalam dirinya dan hartanya dengan sesuatu yang dibencinya. HR. Nasa'i.
2.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu dia tidak datang kepadanya, kemudian suaminya bermalam dalam keadaan marah, maka malaikat melaknatnya sampai pagi. Muttafaq 'alaih.
3.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : tidak halal bagi seorang wanita untuk puasa sedang suami berada padanya kecuali dengan izinnya, dan tidak boleh dia memberikan izin di rumahnya kecuali dengan seizing suaminya pula. Muttafaq 'alaihi.

Keterangan :
Kaum lelaki mempunyai hak yang agung atas kaum wanita, karena kaum lelaki memperhatikan, memelihara dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap mereka dan sebagai balasan atas kewajiban-kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allah atas kaum lelaki yang dapat merealisasikan kebaikan bagi pasangan suami istri dan keluarga secara utuh.

Kandungan ayat dan hadits di atas :
1.  Besarnya hak kaum lelaki atas kaum wanita.
2.  Kewajiban kaum wanita (istri) untuk taat kepada suami dalam hal kebajikan  dan tidak bertentangan dengan perintah Allah, dan bahwa hal tersebut adalah sebab masuk surga bagi kaum wanita.


Hak Isteri Atas Suami



Allah berfirman :
Dan bergaullah dengan mereka ( Istri-istrimu ) secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. 4:19)
1.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Ya Allah sungguh saya menimpakan kesusahan ( dosa ) kepada orang yang menyia-nyiakan hak dua macam manusia yang lemah yaitu : anak yatim dan wanita ) HR. Nasa'i.
2.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : berbuat baiklah kepada kaum wanita, karena dia diciptakan dari tulang rusuk, dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian yang paling atas, kalau kamu meluruskannya maka kamu telah mematahkannya.. Muttafaq 'alaihi.
3.  Dari Hakim bin Mu'awiyah dari bapaknya bahwa bapaknya berkata : wahai Rasulullah ! apakah hak seorang istri yang harus dipenuhi oleh suaminya ? maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : kamu memberi makan kepadanya jika kamu makan, dan kamu memberinya pakaian jika kamu berpakaian dan engakau tidak memukul mukanya, tidak menjelek-jelekkannya ( tidak berkata : semoga Allah memburukkan wajahmu ) dan tidak meninggalkannya kecuali dalam rumah. HRm Abu Daud.
4.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : ( janganlah seorang mu'min membenci wanita mu'minah, karena jika ia membenci suatu sifatnya, maka dia akan ridha yang lainnya darinya. ) HR. Muslim.
5.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : orang mu'min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya dan orang-orang terbaik di antara kamu adalah yang terbaik kepada istri-istrinya. HR. Tirmidzi.
6.  Dari 'Amr bin Ahwash radhiyallahu 'anhu bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada waktu hajji wada' : ingatlah ( saya berwasiat kepada kamu agar berbuat baik pada kaum wanita, maka terimalah wasiatku ini terhadap mereka ) dan berbuat baiklah kepada kaum wanita, karena sesungguhnya mereka pada sisi kalian bagaikan tawanan, dan kamu tidak memiliki dari mereka selain itu. HR. Tirmidzi.


Keterangan singkat :
Sebagaimana kaum lelaki mempunyai hak atas istri-istri mereka, demikian pula kaum wanita mempunyai hak atas suami-suami mereka, dan tidak akan berlanjut kehidupan suami istri di atas keadilan yang diperintahkan oleh Allah kecuali jika setiap suami dan istri memenuhi hak-hak di antara mereka.


Kesimpulan :
1.  Istri mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh suaminya.
2.  Wajib berbuat baik kepada kaum wanita.
3.  Bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar selalu bersabar terhadap wanita dan berlemah-lembut kepadanya.
4.  Bahwa wanita pada suaminya bagaikan tawanan yang lemah, oleh karenanya dia harus dikasihani, dibimbing, dilindungi dan diberikan hak-haknya.
5.  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membebankan dosa kepada mereka yang menyia-nyiakan hak wanita yang berada di bawah tanggungannya.
6.  Bahwa orang yang terbaik di antara kita adalah mereka yang terbaik bagi istri-istrinya.

Wanita Ahli Surga Dan Ciri-Cirinya



Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Di antaranya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad : 15)

“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah : 10-21)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, di antaranya :

“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah : 22-23)

“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)

“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman : 58)

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :

“ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Di antara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)

Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Di antara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).

Wallahu A’lam Bis Shawab.




Wanita Shalihah


      
Wanita yang didunianya solehah akan menjadi cahaya bagi keluarganya, melahirkan keturunan yang baik dan jika wafat di akhirat akan menjadi bidadari. Hikam : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara faraz-nya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. 
Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara faraz-nya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Rosulullah SAW bersabda: "Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang solehah." (HR. Muslim) Wanita solehah merupakan penentram batin, menjadi penguat semangat berjuang suami, semangat ibadah suami. Suami yakin tidak akan dikhianati, kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu, kalau berbicara tutur katanya menentramkan batin, tidak ada keraguan terhadap sikapnya. Pada prinsipnya wanita solehah adalah wanita yang taat pada Allah, taat pada Rasul. Kecantikannya tidak menjadikan fitnah pada orang lain. Kalau wanita muda dari awal menjaga dirinya, selain dirinya akan terjaga, juga kehormatan dan kemuliaan akan terjaga pula, dan dirinya akan lebih dicintai Allah karena orang yang muda yang taat lebih dicintai Allah daripada orang tua yang taat. Dan, Insyaallah nanti oleh Allah akan diberi pendamping yang baik.  Agar wanita solehah selalu konsisten yaitu dengan istiqomah menimba ilmu dari alam dan lingkungan di sekitarnya dan mengamalkan ilmu yang ada. Wanita yang solehah juga dapat berbakti terhadap suami dan bangsanya dan wanita yang solehah selalu belajar. Tiada hari tanpa belajar.                    

Rabu, 27 Februari 2013

Wanita Itu Mutiara ...



eramuslim
        Woman was made from the rib of man, She was not created from his head to top him, Not from his feet to be stepped upon, She was made from his side to be close to him, From beneath his arm to be protected by him, Near his heart to be loved by him.
        Bagaimana perasaan seorang pria jika dikelilingi banyak wanita? Jika pertanyaan itu disodorkan kepada saya, maka ungkapan “bangga” nampaknya cukup mewakili perasaan saya. Saya senang setiap hari dikelilingi wanita cantik, shalihah pula. Dan tentu pada saat itu saya semakin merasa menjadi ‘pangeran’. Ups, jangan curiga dulu, karena wanita-wanita cantik nan shalihah yang saya maksud adalah istri dan dua anak saya yang keduanya ‘kebetulan’ wanita. Insya Allah.
        Tidak hanya itu, sebelum saya menikah, saya juga lebih banyak disentuh oleh wanita, yakni ibu karena semenjak usia enam tahun saya memilih untuk ikut ibu saat ia bercerai dengan ayah. Sebuah naluri kedekatan anak terhadap ibunya yang tidak sekedar karena telah menghisap ratusan liter air susu ibunya, melainkan juga ikatan bathin yang tak bisa terpisahkan dari kehangatan yang senantiasa diberikan seorang ibu terhadap anaknya.
        Karena itulah, dalam hidup saya tidak ingin berbuat sesuatu yang sekiranya dapat mengecewakan dan melukai seorang wanita. Namun sikap yang tepat dan bijak harus diberikan seorang pria mengingat wanita itu terbuat dari tulang rusuk yang bengkok, yang apabila terdapat kesalahan padanya, pria harus berhati-hati meluruskannya. Terlalu keras akan mematahkannya, dibiarkan juga salah karena akan tetap pada kebengkokannya. Meski demikian, tidak sedikit pria harus membiarkan wanita kecewa demi meluruskan kesalahan itu, toh setiap pria yang melakukan itu pun sangat yakin bahwa kekecewaan itu hanya sesaat kerena selanjutnya akan berbuah manis.
        Wanita itu ibarat bunga, yang jika kasar dalam memperlakukannya akan merusak keindahannya, menodai kesempurnaannya sehingga menjadikannya layu tak berseri. Ia ibarat selembar sutra yang mudah robek oleh terpaan badai, terombang-ambing oleh hempasan angin dan basah kuyup meski oleh setitik air. Oleh karenanya, jangan biarkan hatinya robek terluka karena ucapan yang menyakitkan karena hatinya begitu lembut, jangan pula membiarkannya sendirian menantang hidup karena sesungguhnya ia hadir dari kesendirian dengan menawarkan setangkup ketenangan dan ketentraman. Sebaiknya tidak sekali-kali membuatnya menangis oleh sikap yang mengecewakan, karena biasanya tangis itu tetap membekas di hati meski airnya tak lagi membasahi kelopak matanya.
        Wanita itu mutiara. Orang perlu menyelam jauh ke dasarnya untuk mendapatkan kecantikan sesungguhnya. Karenanya, melihat dengan tanpa membuka tabir hatinya niscaya hanya semu sesaat yang seringkali mampu mengelabui mata. Orang perlu berjuang menyusur ombak, menahan arus dan menantang semua bahayanya untuk bisa meraihnya. Dan tentu untuk itu, orang harus memiliki bekal yang cukup sehingga layak dan pantas mendapatkan mutiara indah itu.
        Wanita itu separuh dari jiwa yang hilang. Maka orang harus mencarinya dengan seksama, memilihnya dengan teliti, melihat dengan hati-hati sebelum menjadikannya pasangan jiwa. Karena jika salah, ia tidak akan menjadi sepasang jiwa yang bisa menghasilkan bunga-bunga cinta, melainkan noktah merah menyemai pertikaian. Ia tak akan bisa menyamakan langkah, selalu bertolak pandang sehingga tak memberikan kenyamanan dan keserasian. Ia tak mungkin menjadi satu hati meski seluruh daya dikerahkan untuk melakukannya. Dan yang jelas ia tak bisa menjadi cermin diri disaat lengah atau larut.
        Wanita memiliki kekuatan luar biasa yang tak pernah dipunyai lawan jenisnya dengan lebih baik. Yakni kekuatan cinta, empati dan kesetiaan. Dengan cintanya ia menguatkan langkah orang-orang yang bersamanya, empatinya membangkitkan mereka yang jatuh dan kesetiaannya tak lekang oleh waktu, tak lebur oleh perubahan.
        Dan wanita adalah sumber kehidupan. Yang mempertaruhkan hidupnya untuk sebuah kehidupan baru, yang dari dadanya dialirkan air susu yang menghidupkan. Sehingga semua pengorbanannya itu layak menempatkannya pada kemuliaan surga, juga keagungan penghormatan. Tidak berlebihan pula jika Rasulullah menjadi seorang wanita (Fathimah) sebagai orang pertama yang kelak mendampinginya di surga.
        Untung saya bukan penyanyi ngetop yang menjadikan wanita dan cintanya sebatas syair lagu demi meraup keuntungan. Sehingga yang tampak dimata hanyalah wanita sebatas bunga-bunga penghias yang bisa dicampakkan ketika tak lagi menyenangkan. Kebetulan saya juga bukan bintang sinetron yang kerap diagung-agungkan wanita. Karena kalau saya jadi mereka, tentu ‘kebanggaan’ saya dikelilingi wanita cantik bisa berbeda makna dengan kebanggaan saya sebagai seorang yang bukan siapa-siapa.
        Bagusnya juga wanita-wanita yang mendekati dan mengelilingi saya bukanlah mereka yang rela diperlakukan tidak seperti bunga, bukan selayaknya mutiara dan tak selembut sutra. Bukan wanita yang mencampakkan dirinya sendiri dalam kubangan kehinaan berselimut kemewahan dan tuntutan zaman. Tidak seperti wanita yang rela diinjak-injak kehormatannya, tak menghiraukan jerit hatinya sendiri, atau bahkan pertentangan bathinnya. Juga bukan wanita yang membunuh nuraninya sendiri sehingga tak menjadikan mereka wanita yang pantas mendapatkan penghormatan, bahkan oleh buah hatinya sendiri.
        Dan sudah pasti, selain tak ada wanita-wanita macam itu yang akan mendekati lelaki bukan siapa-siapa seperti saya ini, saya pun tentu tidak akan betah berlama-lama berdekatan dengan mereka, apalagi bangga.


Belajar Dari Kata Kata


Belajar tanpa berpikir tidak ada gunanya, sedangkan berpikir tanpa belajar adalah berbahaya.

Sifat orang yang berlilmu tinggi adalah merendahkan hari kepada manusia dan takut kepada Tuhan.

Orang paling baik adalah orang yang kita harapkan kebaikannya dan kita terlindung dari keburukannya.

Semua ilmu ada pokok bahasannya. Pokok bahasan ilmu para Nabi adalah manusia. Mereka datang untuk mendidik manusia.

Tertipulah yang melakukan tiga perkara : Membenarkan apa yang tak terjadi, mengandalkan orang yang tidak dipercaya dan menghasratkan apa yang tak dimiliki.

Sahabat yang sejati adalah orang yang dapat berkata benar kepada anda, bukan orang yang hanya membenarkan kata-kata anda.

Keluhuran budi pekerti akan tampak pada ucapan dan tindakan.

Memperbaiki diri adalah alat yang ampuh untuk memperbaiki orang lain.

Orang yang berjiwa besar teguh pendiriannya, tetapi tidak keras kepala.

Cinta kepada Allah adalah puncaknya cinta. Lembahnya cinta adalah cinta kepada sesama.

Ulurkan cintamu karena Tuhanmu dan tariklah cintamu karena Tuhanmu, anda tentu tak akan kecewa.

Cinta indah seperti bertepuk dua tangan, tak akan indah jika hanya sebelah saja.

Cinta akan menggilas setiap orang yang mengikuti geraknya, tetapi tanpa gilasan cinta, hidup tiada terasa indah.

Melihatlah ke atas untuk urusan akhiratmu dan melihatlah ke bawah untuk urusan duniamu maka hidup akan tenteram.

Seseorang yang optimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan.

Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna.

Bukan kecerdasan anda, melainkan sikap andalah yang yang akan mengangkat anda dalam kehidupan.

Perjuangan seseorang akan banyak berarti jika mulai dari diri sendiri.

Dalam perkataan, tidak mengapa anda merendahkan diri, tetapi dalam aktivitas tunjukkan kemampuan Anda.

Tegas berbeda jauh dengan kejam. Tegas itu mantap dalam kebijaksana sedangkan kejam itu keras dalam kesewenang-wenangan.

Watak keras belum tentu bisa tegas, tetapi lemah lembut tak jarang bisa tegas.

Berbagi rezeki dengan tulus, berbakti pada orang tua, berbuat baik pada sesama, akan mengubah duka menjadi bahagia dan menambah usia.

Sesungguhnya, bukan beratnya beban yang menjadikan kita tertekan, tapi lemahnya sikap kita terhadap diri sendiri.

Berikut adalah 10 sifat orang yang melemahkan dirinya sendiri:
1. Orang lemah – menunggu semangat sebelum bertindak, yang sebetulnya tidak pernah 
    datang.
2. Orang lemah – lebih banyak berbicara tentang resiko daripada tentang tindakan.
3. Orang lemah – melihat orang yang rajin bekerja sebagai orang yang sombong dan sok  
     pamer.
4. Orang lemah – sering menasihati orang lain untuk berhati-hati terhadap resiko.
5. Orang lemah – lebih suka menjadi tukang analisa daripada menjadi pelaksana yang 
    menghadapi kenyataan. 
6. Orang lemah – kalau kalah logika dari orang pandai dan sukses, dia bilang: Ah, sok tahu! – 
     He he … puk puk.
7. Orang lemah – sering bilang ‘sok tahu’ kepada yang tahu, dan ‘ah teori’ kepada yang 
     sukses membuktikan.
8. Orang lemah – paling sering berbicara tentang nasib dan takdir, tapi dengan pengertian 
    yang salah. 
9. Orang lemah – sesungguhnya sudah lama menyerah, tapi memelihara penampilan sebagai 
     komentator.
10. Orang yang sudah lama menjadi penakut, tapi belum sukses – harus mencoba keberanian.

40 Manfaat Shalat Berjama'ah


Manfaatke–1 :  Mematuhi Perintah Allah

Manfaatke–2 :  Sebagai Saksi Keimanan

Manfaatke–3 : MendapatkanTazkiyah (PernyataanKesucian)  dan            
                         Anugerah Besar dari Allah

Manfaatke–4 : Mengagungkan dan Menekankan Apa yang 
                         Diangungkan dan Ditekankan Oleh 
                          Rasulshallallah. 
              
Manfaatke–5:  Mematuhi Perintah Rasulshallallahu 'alahiwasallam

Manfaatke–6 : Selamat KarenaMengikutiRasulshallallahu'alahiwasallam

Manfaatke–7 : Sholat Berjamaah Termasuk Sasaran Islam yang 
                         Agung

Manfaat ke–8 : Mengagungkan dan Menampakkan Syi'ar Allah

Manfaat ke–9 : Termasuk Sunnah-sunnah Petunjuk

Manfaat ke–10 : Lebih Utama dari Shalat Sendirian

Manfaat ke–11 : Lebih Suci di Sisi Allah Daripada Shalat Sendiri-
                           sendiri

Manfaat ke–12 : Menjaga Diri dari Setan

Manfaat ke–13 : Jauh dari Menyerupai Orang-orang Munafik

Manfaat ke–14 : Di Antara Sebab Diampuninya Dosa-dosa

Manfaat ke–15 : Di Antara Sebab Ta'ajub Allah subhanahu 
                           wata'aala 

Manfaat ke–16 : Berpahala Besar Karena Berjalan Untuk 
                            Menunaikannya

Manfaat ke–17 : Berkumpulnya para Malaikat Pada Waktu Shalat  
                          Shubuh dan Ashar serta Permohonan Ampun
                               
Manfaat ke–18 : Menyamai Shalat Separuh Malam atau 
                           Sepanjang Malam
Manfaat ke–19 : Berada dalam Jaminan Allah

Manfaat ke–20 : Berada dalam Naungan Allah Pada Hari Kiamat

Manfaat ke–21 : Bebas dari Neraka dan Bebas dari Sifat Nifak

Manfaat ke–22 : Mendapatkan Shalawat dari Allah dan Para 
                            Malaikat 

Manfaat ke–23 : Mendapatkan Rumah di Surga

Manfaat ke–24 : Mendapatkan Pahala Berjamaah Meskipun 
                          Telah Selesai Dikerjakan
                            
Manfaatke–25 : Sempurnanya Shalat

Manfaat ke–26 : Amal yang Paling Utama

Manfaat ke–27 : Selamat dari Neraka Wail

Manfaatke–28 : Selamat dari Kelalaian

Manfaatke–29 : DoanyaTidak Ditolak

Manfaat ke–30 : Persaudaraan, Kasih Sayang dan Persamaan

Manfaatke–31 : Menjaga Shalat-shalat Sunnah Rawatib dan 
                          Dzikir 

Manfaat ke–32 : Memahami Hukum-hukum Shalat

Manfaat ke–33 : Membiasakan Disiplin dan Menguasai Diri

Manfaat ke–34 : Menampakkan Kekuatan Umat Islam dan 
                   Membuat Kesal    Orang-orang Kafir dan Munafik            
                                  
Manfaatke–35 : Memperbaiki Penampilan dan JatiDiri

Manfaat ke–36 : Saling Mengenal dan Memperkenalkan Diri

Manfaat ke–37 : Berlomba-lomba dalam Ketaatan Kepada Allah

Manfaatke–38 : Terjaganya Kepribadian yang Baik

Manfaatke–39 : Adanya Perasaan Berdiri dalam Suatu Barisan 
                           Jihad

Manfaatke–40 : Menghadirkan Perasaan Apa yang Terjadi 
                           padaZamanNabishallallahu 'alahiwasallam 

Selasa, 26 Februari 2013

An Nahwu


أ‌.    مُقَدِّمَةٌ
اَلْكَلَامُ هو اَللَّفْظُ اَلْمُرَكَّبُ, اَلْمُفِيدُ بِالْوَضْعِ. وَأَقْسَامُهُ ثَلَاثَةٌ : اسم وَفِعْلٌ وَحَرْفٌ جَاءَ لِمَعْنًى. َالِاسْمُ يُعْرَفُ بالخفض وَالتَّنْوِينِ، وَدُخُولِ اَلْأَلِفِ وَاللَّامِ، وَحُرُوفِ اَلْخَفْضِ، وَهِيَ مِنْ، وَإِلَى، وَعَنْ، وَعَلَى، وَفِي، وَرُبَّ، وَالْبَاءُ، وَالْكَافُ، وَاللَّامُ، وَحُرُوفُ اَلْقَسَمِ، وَهِيَ اَلْوَاوُ، وَالْبَاءُ، وَالتَّاءُ. وَالْفِعْلُ يُعْرَفُ بِقَدْ، وَالسِّينِ وَسَوْفَ وَتَاءِ اَلتَّأْنِيثِ اَلسَّاكِنَةِ. وَالْحَرْفُ مَا لَا يَصْلُحُ مَعَهُ دَلِيلُ اَلِاسْمِ وَلَا دَلِيلُ اَلْفِعْلِ.
ب‌.            البحث
الجملة الإسمية هي كل جملة تترتب من مبتدأ و خبر تسى جملة إسمية
1.  اَلْمُبْتَدَأُ هو إسم مرفوع فى أول الجملة أو اَلِاسْمُ اَلْمَرْفُوعُ اَلْعَارِي عَنْ اَلْعَوَامِلِ اَللَّفْظِيَّةِ. والمبتدأ قِسْمَانِ ظَاهِرٌ وَمُضْمَر.
·        فَالظَّاهِرُ مَا تَقَدَّمَ ذِكْرُهُ
·                               والمضمر اثنا عشر وهى: أنا ونحن وأنتَ وأنتِ وأنتما وأنُتم وأنتن وهو وهى وهما وهم وهن نحو قولك (أنا قائم) و(نحن قائمون) وما أشبه ذلك.
2.  وَالْخَبَرُ هُوَ إسم مرفوع يكون مع المبتدأ جملة مفيدة أو اَلِاسْمُ اَلْمَرْفُوعُ اَلْمُسْنَدُ إِلَيْهِ، نَحْوَ قَوْلِكَ "زَيْدٌ قَائِمٌ" وَ"الزَّيْدَانِ قَائِمَانِ" وَ"الزَّيْدُونَ قَائِمُونَ ".والخبر قسمان : مفرد وغير مفرد.
·                               فالمفرد: نحو زيد قائم
·           وغير : المفرد (اربعة اشياء) الجار والمجرور والظرف والفعل مع فاعله والمبتدأ مع خبره نحة قولك : (زيد فى الدار) وزيد عندك وزيد قام ابوه وزيد جاريته زاهبة).

﴿بَابُ اَلْعَوَامِلِ اَلدَّاخِلَةِ عَلَى اَلْمُبْتَدَأِ وَالْخَبَر
وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ كَانَ وَأَخَوَاتُهَا وَإِنَّ وَأَخَوَاتُهَا وَظَنَنْتُ وَأَخَوَاتُهَا.

فَأَمَّا كَانَ وَأَخَوَاتُهَا، فَإِنَّهَا تَرْفَعُ اَلِاسْمَ، وَتَنْصِبُ اَلْخَبَرَ، وَهِيَ كَانَ، وَأَمْسَى، وَأَصْبَحَ، وَأَضْحَى، وَظَلَّ، وَبَاتَ، وَصَارَ، وَلَيْسَ، وَمَا زَالَ، وَمَا اِنْفَكَّ، وَمَا فَتِئَ، وَمَا بَرِحَ، وَمَا دَامَ، وَمَا تَصَرَّفَ مِنْهَا نَحْوَ كَانَ، وَيَكُونُ، وَكُنْ، وَأَصْبَحَ وَيُصْبِحُ وَأَصْبِحْ، تَقُولُ "كَانَ زَيْدٌ قَائِمًا، وَلَيْسَ عَمْرٌو شَاخِصًا" وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ. كان و أخواتها :
1.          تدخل كان على المبتدأ و الخبر، فترفع الأول و يسمى إسمها و تنصب الثانى ويسى خبرها
2.    مثل كان و فيما تقدم صار و ليس، و أضح، و أمسى، و أصبح، و ظل، و بات و تسمى هذه الأفعال أخوات كان
3.    لكل فعل من هذه الأفعال مضارع و أمر يعملان عمل الماضى إلا " ليس " فلا يأتى منها مضارع و لا أمر
وَأَمَّا إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا فَإِنَّهَا تَنْصِبُ الاسْمَ وَتَرْفَعُ الْخَبَرَ، وَهِيَ: إِنَّ، وَأَنَّ، وَلَكِنَّ، وَكَأَنَّ، وَلَيْتَ، وَلَعَلَّ، تَقُولُ: إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ، وَلَيْتَ عَمْرًا شَاخِصٌ، وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ، وَمَعْنَى إِنَّ وَأَنَّ لِلتَّوْكِيدِ، وَلَكِنَّ لِلِاسْتِدْرَاكِ، وَكَأَنَّ لِلتَّشْبِيهِ، وَلَيْتَ لِلتَّمَنِّي، وَلَعَلَّ لِلتَّرَجِي وَالتَّوَقُعِ. إِن، و أنَّ، و كأن، و لكن، و ليت، و لعل تدخل على المبتدأ و يسمى إسمها، و ترفع الخبر و يسمى خبرها.
وَأَمَّا ظَنَنْتُ وَأَخَوَاتُهَا فَإِنَّهَا تَنْصِبُ الْمُبْتَدَأَ وَالْخَبَرَ عَلَى أَنَّهُمَا مَفْعُولَانِ لَهَا، وَهِيَ: ظَنَنْتُ، وَحَسِبْتُ، وَخِلْتُ، وَزَعَمْتُ، وَرَأَيْتُ، وَعَلِمْتُ، وَوَجَدْتُ، وَاتَّخَذْتُ، وَجَعَلْتُ، وَسَمِعْتُ؛ تَقُولُ: ظَنَنْتُ زَيْدًا قَائِمًا، وَرَأَيْتُ عَمْرًا شاخصًا، وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ.

﴿بَابُ مَرْفُوعَاتِ اَلْأَسْمَاءِ
اَلْمَرْفُوعَاتُ سَبْعَةٌ وَهِيَ اَلْفَاعِلُ، وَالْمَفْعُولُ اَلَّذِي لَمْ يُسَمَّ فَاعِلُهُ، وَالْمُبْتَدَأُ، وَخَبَرُهُ، وَاسْمُ "كَانَ" وَأَخَوَاتِهَا، وَخَبَرُ "إِنَّ" وَأَخَوَاتِهَا، وَالتَّابِعُ لِلْمَرْفُوعِ، وَهُوَ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ اَلنَّعْتُ، وَالْعَطْفُ، وَالتَّوْكِيدُ، وَالْبَدَلُ  .  
1.                              اَلْفَاعِلُ هُوَ الاسم اَلْمَرْفُوعُ اَلْمَذْكُورُ قَبْلَهُ فِعْلُهُ. وَهُوَ عَلَى قِسْمَيْنِ ظَاهِرٍ، َومُضْمَر.
فَالظَّاهِرُ نَحْوَ قَوْلِكَ قَامَ زَيْدٌ، وَيَقُومُ زَيْدٌ، وَقَامَ الزَّيْدَانِ، وَيَقُومُ الزَّيْدَانِ، وَقَامَ الزَّيْدُونَ، وَيَقُومُ الزَّيْدُونَ، وَقَامَ اَلرِّجَالُ، وَيَقُومُ اَلرِّجَالُ، وَقَامَتْ هِنْدٌ، وَقَامَتْ اَلْهِنْدُ، وَقَامَتْ الْهِنْدَانِ، وَتَقُومُ الْهِنْدَانِ، وَقَامَتْ الْهِنْدَاتُ، وَتَقُومُ الْهِنْدَاتُ، وَقَامَتْ اَلْهُنُودُ، وَتَقُومُ اَلْهُنُودُ، وَقَامَ أَخُوكَ، وَيَقُومُ أَخُوكَ، وَقَامَ غُلَامِي، وَيَقُومُ غُلَامِي، وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ.
وَالْمُضْمَرُ اِثْنَا عَشَرَ، نَحْوَ قَوْلِكَ "ضَرَبْتُ، وَضَرَبْنَا، وَضَرَبْتَ، وَضَرَبْتِ، وَضَرَبْتُمَا، وَضَرَبْتُمْ، وَضَرَبْتُنَّ، وَضَرَبَ، وَضَرَبَتْ، وَضَرَبَا، وَضَرَبُوا، وضربن".
2.          بَابُ اَلْمَفْعُولِ اَلَّذِي لَمْ يُسَمَّ فَاعِلُهُ: وَهُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَرْفُوعُ اَلَّذِي لَمْ يُذْكَرْ مَعَهُ فَاعِلُهُ. فَإِنْ كَانَ اَلْفِعْلُ مَاضِيًا ضُمَّ أَوَّلُهُ وَكُسِرَ مَا قَبْلَ آخِرِهِ، وَإِنْ كَانَ مُضَارِعًا ضُمَّ أَوَّلُهُ وَفُتِحَ مَا قَبْلَ آخِرِهِ.
وَهُوَ عَلَى قِسْمَيْنِ ظَاهِرٍ، وَمُضْمَرٍ، فَالظَّاهِرُ نَحْوَ قَوْلِكَ "ضُرِبَ زَيْدٌ" وَ"يُضْرَبُ زَيْدٌ" وَ"أُكْرِمَ عَمْرٌو" وَ"يُكْرَمُ عَمْرٌو". وَالْمُضْمَرُ اِثْنَا عَشَرَ، نَحْوَ قَوْلِكَ "ضُرِبْتُ وَضُرِبْنَا، وَضُرِبْتَ، وَضُرِبْتِ، وَضُرِبْتُمَا، وَضُرِبْتُمْ، وَضُرِبْتُنَّ، وَضُرِبَ، وَضُرِبَتْ، وَضُرِبَا، وَضُرِبُوا، وضُربن". 
3.           اَلنَّعْتُ : النعت لفظ يدل على صفة فى إسم قبله، و يسى الإسم الموصوف منعوتا. تَابِعٌ لِلْمَنْعُوتِ فِي رَفْعِهِ وَنَصْبِهِ وَخَفْضِهِ، وَتَعْرِيفِهِ وَتَنْكِيرِهِ; تَقُولُ قَامَ زَيْدٌ اَلْعَاقِلُ، وَرَأَيْتُ زَيْدًا اَلْعَاقِلَ، وَمَرَرْتُ بِزَيْدٍ اَلْعَاقِلِ.
4.           وَالْمَعْرِفَةُ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ اَلِاسْمُ اَلْمُضْمَرُ نَحْوَ أَنَا وَأَنْتَ، وَالِاسْمُ اَلْعَلَمُ نَحْوَ زَيْدٍ وَمَكَّةَ، وَالِاسْمُ اَلْمُبْهَمُ نَحْوَ هَذَا، وَهَذِهِ، وَهَؤُلَاءِ، وَالِاسْمُ اَلَّذِي فِيهِ اَلْأَلِفُ وَاللَّامُ نَحْوَ اَلرَّجُلُ وَالْغُلَامُ، وَمَا أُضِيفَ إِلَى وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ اَلْأَرْبَعَةِ.
وَالنَّكِرَةُ كُلُّ اِسْمٍ شَائِعٍ فِي جِنْسِهِ لَا يَخْتَصُّ بِهِ وَاحِدٌ دُونَ آخَرَ، وَتَقْرِيبُهُ كُلُّ مَا صَلَحَ دُخُولُ اَلْأَلِفِ وَاللَّامِ عَلَيْهِ، نَحْوُ اَلرَّجُلِ والفرس.
5.           الْعَطْفِ : وَحُرُوفُها عَشَرَةٌ وَهِيَ اَلْوَاوُ، وَالْفَاءُ، وَثُمَّ، وَأَوْ، وَأَمْ، وَإِمَّا، وَبَلْ، وَلَا، وَلَكِنْ، وَحَتَّى فِي بَعْضِ اَلْمَوَاضِعِ.
فَإِنْ عُطِفَتْ عَلَى مَرْفُوعٍ رُفِعَتْ  أَوْ عَلَى مَنْصُوبٍ نُصِبَتْ، أَوْ عَلَى مَخْفُوضٍ خُفِضَتْ، أَوْ عَلَى مَجْزُومٍ جُزِمَتْ، تَقُولُ "قَامَ زَيْدٌ وَعَمْرٌو، وَرَأَيْتُ زَيْدًا وَعَمْرًا، وَمَرَرْتُ بِزَيْدٍ وَعَمْرٍو، وَزَيْدٌ لَمْ يَقُمْ وَلَمْ يَقْعُدْ". 
6.           اَلتَّوْكِيدِ : "تابع لِلْمُؤَكَّدِ فِي رَفْعِهِ وَنَصْبِهِ وَخَفْضِهِ وَتَعْرِيفِهِ". وَيَكُونُ بِأَلْفَاظٍ مَعْلُومَةٍ، وَهِيَ اَلنَّفْسُ، وَالْعَيْنُ، وَكُلُّ، وَأَجْمَعُ، وَتَوَابِعُ أَجْمَعَ، وَهِيَ أَكْتَعُ، وَأَبْتَعُ، وَأَبْصَعُ، تَقُولُ قَامَ زَيْدٌ نَفْسُهُ، وَرَأَيْتُ اَلْقَوْمَ كُلَّهُمْ، وَمَرَرْتُ بِالْقَوْمِ أَجْمَعِينَ. 
7.          اَلْبَدَلِ : إِذَا أُبْدِلَ اِسْمٌ مِنْ اِسْمٍ أَوْ فِعْلٌ مِنْ فِعْلٍ تَبِعَهُ فِي جَمِيعِ إِعْرَابِهِ. وَهُوَ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ  بَدَلُ اَلشَّيْءِ مِنْ اَلشَّيْءِ، وَبَدَلُ اَلْبَعْضِ مِنْ اَلْكُلِّ، وَبَدَلُ اَلِاشْتِمَالِ، وَبَدَلُ اَلْغَلَطِ، نَحْوَ قَوْلِكَ "قَامَ زَيْدٌ أَخُوكَ، وَأَكَلْتُ اَلرَّغِيفَ ثُلُثَهُ، وَنَفَعَنِي زَيْدٌ عِلْمُهُ، وَرَأَيْتُ زَيْدًا اَلْفَرَسَ"، أَرَدْتَ أَنْ تَقُولَ رَأَيْتُ اَلْفَرَسَ فَغَلِطْتَ فَأَبْدَلْتَ زَيْدًا مِنْه.ُ 
﴿بَابُ مَنْصُوبَاتِ اَلْأَسْمَاءِ
اَلْمَنْصُوبَاتُ خَمْسَةَ عَشَرَ، وَهِيَ اَلْمَفْعُولُ بِهِ، وَالْمَصْدَرُ، وَظَرْفُ اَلزَّمَانِ وَظَرْفُ اَلْمَكَانِ، وَالْحَالُ، وَالتَّمْيِيزُ، وَالْمُسْتَثْنَى، وَاسْمُ لَا، وَالْمُنَادَى، وَالْمَفْعُولُ مِنْ أَجْلِهِ، وَالْمَفْعُولُ مَعَهُ، وَخَبَرُ كَانَ وَأَخَوَاتِهَا، وَاسْمُ إِنَّ وَأَخَوَاتِهَا، وَالتَّابِعُ لِلْمَنْصُوبِ، وَهُوَ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءٍ: النَّعْتُ وَالْعَطْفُ وَالتَّوْكِيدُ وَالْبَدَلُ. 
1.                بَابُ اَلْمَفْعُولِ بِهِ : وَهُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ، اَلَّذِي يَقَعُ بِهِ اَلْفِعْلُ، نَحْوَ ضَرَبْتُ زَيْدًا، وَرَكِبْتُ اَلْفَرَسَ. وَهُوَ قِسْمَانِ ظَاهِرٌ، وَمُضْمَرٌ. فَالظَّاهِرُ مَا تَقَدَّمَ ذِكْرُهُ،  وَالْمُضْمَرُ قِسْمَانِ مُتَّصِلٌ، وَمُنْفَصِلٌ.
فَالْمُتَّصِلُ اِثْنَا عَشَرَ، وَهِيَ ضَرَبَنِي، وَضَرَبَنَا، وَضَرَبَكَ، وَضَرَبَكِ، وَضَرَبَكُمَا، وَضَرَبَكُمْ، وَضَرَبَكُنَّ، وَضَرَبَهُ، وَضَرَبَهَا، وَضَرَبَهُمَا، وَضَرَبَهُمْ، وَضَرَبَهُنَّ
وَالْمُنْفَصِلُ اِثْنَا عَشَرَ، وَهِيَ إِيَّايَ، وَإِيَّانَا، وَإِيَّاكَ، وَإِيَّاكِ، وَإِيَّاكُمَا، وَإِيَّاكُمْ، وَإِيَّاكُنَّ، وَإِيَّاهُ، وَإِيَّاهَا، وَإِيَّاهُمَا، وَإِيَّاهُمْ، وَإِيَّاهُنَّ. 
2.                اَلْمَصْدَرُ : هُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ، اَلَّذِي يَجِيءُ ثَالِثًا فِي تَصْرِيفِ اَلْفِعْلِ،نحو ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا. وَهُوَ قِسْمَانِ لَفْظِيٌّ وَمَعْنَوِيٌّ، فَإِنْ وَافَقَ لَفْظُهُ لَفْظَ فِعْلِهِ فَهُوَ لَفْظِيٌّ، نَحْوَ قَتَلْتُهُ قَتْلًا.
وَإِنْ وَافَقَ مَعْنَى فِعْلِهِ دُونَ لَفْظِهِ فَهُوَ مَعْنَوِيٌّ ، نحو جَلَسْتُ قُعُودًا، ، وقمت وُقُوفًا، ، وما أَشْبَهَ ذَلِكَ.   
3.      ظَرْفِ اَلزَّمَانِ وَظَرْفِ اَلْمَكَانِ
ظَرْفُ اَلزَّمَانِ هُوَ اِسْمُ اَلزَّمَانِ اَلْمَنْصُوبُ بِتَقْدِيرِ "فِي" نَحْوَ اَلْيَوْمِ، وَاللَّيْلَةِ، وَغَدْوَةً، وَبُكْرَةً، وَسَحَرًا، وَغَدًا، وَعَتَمَةً، وَصَبَاحًا، وَمَسَاءً، وَأَبَدًا، وَأَمَدًا، وَحِينًا وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ. ظرف الزمان : إسم منصوب يبين الزمن الذى حصل فيه الفعل.  
وَظَرْفُ اَلْمَكَانِ هُوَ اِسْمُ اَلْمَكَانِ اَلْمَنْصُوبُ بِتَقْدِيرِ "فِي" نَحْوَ أَمَامَ، وَخَلْفَ، وَقُدَّامَ، وَوَرَاءَ، وَفَوْقَ، وَتَحْتَ، وَعِنْدَ، وَمَعَ، وَإِزَاءَ، وَحِذَاءَ، وَتِلْقَاءَ، وَثَمَّ، وَهُنَا، وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ. ظرف المكان : إسم منصوب يبين المكان الذى حصل فيه الفعل. 
4.                اَلْحَالُ : هُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ، اَلْمُفَسِّرُ لِمَا اِنْبَهَمَ مِنْ اَلْهَيْئَاتِ، نَحْوَ قَوْلِكَ "جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا" وَ"رَكِبْتُ اَلْفَرَسَ مُسْرَجًا" وَ"لَقِيتُ عَبْدَ اَللَّهِ رَاكِبًا" وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ
وَلَا يَكُونَ اَلْحَالُ إِلَّا نَكِرَةً، وَلَا يَكُونُ إِلَّا بَعْدَ تَمَامِ اَلْكَلَامِ، وَلَا يَكُونُ صَاحِبُهَا إِلَّا مَعْرِفَةً. 
5.                اَلتَّمْيِيزُ : هُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ، اَلْمُفَسِّرُ لِمَا اِنْبَهَمَ مِنْ اَلذَّوَاتِ، نَحْوَ قَوْلِكَ "تَصَبَّبَ زَيْدٌ عَرَقًا"، وَ"تَفَقَّأَ بَكْرٌ شَحْمًا" وَ"طَابَ مُحَمَّدٌ نَفْسًا" وَ"اِشْتَرَيْتُ عِشْرِينَ غُلَامًا" وَ"مَلَكْتُ تِسْعِينَ نَعْجَةً" وَ"زَيْدٌ أَكْرَمُ مِنْكَ أَبًا" وَ"أَجْمَلُ مِنْكَ وَجْهًا". وَلَا يَكُونُ إِلَّا نَكِرَةً، وَلَا يَكُونُ إِلَّا بَعْدَ تَمَامِ اَلْكَلَامِ. 
6.                                              اَلِاسْتِثْنَاءِ :حُرُوفُه ثَمَانِيَةٌ وَهِيَ إِلَّا، وَغَيْرُ، وَسِوَى، وَسُوَى، وَسَوَاءٌ، وَخَلَا، وَعَدَا، وَحَاشَا



·     المستثنى ب "إلا"
1) يسمى الإسم الذى يقع بعد إلا مستثنىً، و يسمى الإسم الذى يجئ قبلها و يشتمل فى المعنى على ما بعد ها مستثنى منه
2)      المستثنى با" إلا " إسم يذكر بعدها مخالفا فى الحكم لما قبلها
فَالْمُسْتَثْنَى بِإِلَّا يُنْصَبُ إِذَا كَانَ اَلْكَلَامُ تَامًّا مُوجَبًا، نَحْوَ "قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدًا" وَ"خَرَجَ اَلنَّاسُ إِلَّا عَمْرًا" وَإِنْ كَانَ اَلْكَلَامُ مَنْفِيًّا تَامًّا جَازَ فِيهِ اَلْبَدَلُ وَالنَّصْبُ عَلَى اَلِاسْتِثْنَاءِ، نَحْوَ "مَا قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدٌ" وَ"إِلَّا زَيْدًا" وَإِنْ كَانَ اَلْكَلَامُ نَاقِصًا كَانَ عَلَى حَسَبِ اَلْعَوَامِلِ، نَحْوَ "مَا قَامَ إِلَّا زَيْدٌ" وَ"مَا ضَرَبْتُ إِلَّا زَيْدًا" وَ"مَا مَرَرْتُ إِلَّا بِزَيْدٍ"  
* حكم المستثنى ب "إلا "
1)     إذا كان المستثنى منه مذكورا وكان الكلام مثبتا وجب نصب المستثنى ب "إلا"
2)  إذا كان المستثنى منه مذكورا وكان الكلام منفيا، جاز فى المستثنى ب " إلا " أن ينصب على الاستثناء، و أن يتبع المستثنى منه فى إعرابه
3)   إذا كان المستثنى منه محذوفا، أُعرب المستثنى على حسب ما يقتضىه فى التركيب كما لو كانت إلا غير موجود.
·     المستثنى ب " غير و سوى "
يستثنى ب " غير و سوى " فيجر الإسم الذى بعد هما بالإضافة، و يثبت لهما من أنواع الإعراب ما ثبت للاسم الذى بعد " إلا "
وَالْمُسْتَثْنَى بِغَيْرٍ، وَسِوَى، وَسُوَى، وَسَوَاءٍ، مَجْرُورٌ لَا غَيْرُ
وَالْمُسْتَثْنَى بِخَلَا، وَعَدَا، وَحَاشَا، يَجُوزُ نَصْبُهُ وَجَرُّهُ، نَحْوَ "قَامَ اَلْقَوْمُ خَلَا زَيْدًا، وَزَيْدٍ" وَ"عَدَا عَمْرًا وَعَمْرٍو" وَ"حَاشَا بَكْرًا وَبَكْرٍ". 

·     المستثنى بخلا، و عدا وحاشا
يستثنى بخلا، و عدا، و حاشا، فينصت الإسم بعدها مفعول به على أنها أفعال، أو سجر على أنها أحرف جرّ، فإن سبقتها ( ما ) وجب النصب.
7.              اسم لَا : أَنَّ "لَا" تَنْصِبُ اَلنَّكِرَاتِ بِغَيْرِ تَنْوِينٍ إِذَا بَاشَرَتْ اَلنَّكِرَةَ وَلَمْ تَتَكَرَّرْ "لَا" نَحْوَ "لَا رَجُلَ فِي اَلدَّارِ"
فَإِنْ لَمْ تُبَاشِرْهَا وَجَبَ اَلرَّفْعُ وَوَجَبَ تَكْرَارُ "لَا" نَحْوَ لَا فِي اَلدَّارِ رَجُلٌ وَلَا اِمْرَأَةٌ"
فَإِنْ تَكَرَّرَتْ "لَا" جَازَ إِعْمَالُهَا وَإِلْغَاؤُهَا، فَإِنْ شِئْتَ قُلْتُ "لَا رَجُلٌ فِي اَلدَّارِ وَلَا اِمْرَأَةٌ". 
8.              اَلْمُنَادَى، خَمْسَةُ أَنْوَاعٍ : المفرد اَلْعَلَمُ، وَالنَّكِرَةُ اَلْمَقْصُودَةُ، وَالنَّكِرَةُ غَيْرُ اَلْمَقْصُودَةِ، وَالْمُضَافُ، وَالشَّبِيهُ بِالْمُضَافِ
فَأَمَّا اَلْمُفْرَدُ اَلْعَلَمُ وَالنَّكِرَةُ اَلْمَقْصُودَةُ فَيُبْنَيَانِ عَلَى اَلضَّمِّ مِنْ غَيْرِ تَنْوِينٍ، نَحْوَ "يَا زَيْدُ" وَ"يَا رَجُلُ". وَالثَّلَاثَةُ اَلْبَاقِيَةُ مَنْصُوبَةٌ لَا غَيْرُ. 
9.              اَلْمَفْعُولِ لِأَجْلِهِ : هُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ، اَلَّذِي يُذْكَرُ بَيَانًا لِسَبَبِ وُقُوعِ اَلْفِعْلِ، نَحْوَ قَوْلِكَ "قَامَ زَيْدٌ إِجْلَالًا لِعَمْرٍو" وَ"قَصَدْتُكَ اِبْتِغَاءَ مَعْرُوفِكَ".  المفعول لأجله : إسم منصوب يبين سبب الفعل و علة حصوله ( يُسافر الطلبة إلى أوروبا طلبًا للعلم )
1.              اَلْمَفْعُولِ مَعَهُ : َهُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ، اَلَّذِي يُذْكَرُ لِبَيَانِ مَنْ فُعِلَ مَعَهُ اَلْفِعْلُ، نَحْوَ قَوْلِكَ "جَاءَ اَلْأَمِيرُ وَالْجَيْشَ" وَ"اِسْتَوَى اَلْمَاءُ وَالْخَشَبَةَ". 
وأما خَبَرُ "كَانَ" وَأَخَوَاتِهَا، وَاسْمُ "إِنَّ" وَأَخَوَاتِهَا، فَقَدْ تَقَدَّمَ ذِكْرُهُمَا فِي اَلْمَرْفُوعَاتِ، وَكَذَلِكَ اَلتَّوَابِعُ; فَقَدْ تَقَدَّمَتْ هُنَاكَ. 


﴿بَابُ اَلْمَخْفُوضَاتِ مِنْ اَلْأَسْمَاءِ
اَلْمَخْفُوضَاتُ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ مَخْفُوضٌ بِالْحَرْفِ، وَمَخْفُوضٌ بِالْإِضَافَةِ، وَتَابِعٌ لِلْمَخْفُوضِ.
فَأَمَّا اَلْمَخْفُوضُ بِالْحَرْفِ فَهُوَ مَا يَخْتَصُّ بِمِنْ، وَإِلَى، وَعَنْ، وَعَلَى، وَفِي، وَرُبَّ، وَالْبَاءِ، وَالْكَافِ، وَاللَّامِ، وَبِحُرُوفِ اَلْقَسَمِ، وَهِيَ اَلْوَاوُ، وَالْبَاءُ، وَالتَّاءُ، وَبِوَاوِ رُبَّ، وَبِمُذْ، وَمُنْذُ.
وَأَمَّا مَا يُخْفَضُ بِالْإِضَافَةِ، فَنَحْوُ قَوْلِكَ "غُلَامُ زَيْدٍ" وَهُوَ عَلَى قِسْمَيْنِ مَا يُقَدَّرُ بِاللَّامِ، وَمَا يُقَدَّرُ بِمِنْ; فَاَلَّذِي يُقَدَّرُ بِاللَّامِ نَحْوُ "غُلَامُ زَيْدٍ" وَاَلَّذِي يُقَدَّرُ بِمِنْ، نَحْوُ "ثَوْبُ خَزٍّ" وَ"بَابُ سَاجٍ" وَ"خَاتَمُ حَدِيدٍ .


مصادر البحث
ü      الإمام الصنهاجى. متـن الجرومـية. طبع على نفقة شركة بوكول إنداه، سورابيا.
ü      على الجازم – مصطفى امين. النحو الـواضح. دار المعارف بمصرى
ü      عبد الحميد السيد محمدعبد الحميد. التـنوير فى تيسير التيـسير. المكتبة الأزهر الشريف
ü      الدكتر أحمد شلبى. النحو و الصرف. مكتبة الشيخ سالم سعد نبهان

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More