Senin, 18 Februari 2013

MUSHTHALAH HADIST (SERBA RINGKAS DAN SINGKAT)





SEJARAH SINGKAT
PERTUMBUHAN ILMU MUSHTHALAH HADIST

  1. Landasan pertumbuhan ilmu mushthalah hadist adalah firman Allah dalam Surah Al-hujurat, ayat : 6 yang artinya “ Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu seorang fasiq dengan sebuah berita maka telitilah ……. “. Dan hadist nabi SAW yang artinya “ Allah akan membuat wajah seseorang berseri-seri yang mendengar seseuatu dari kami ( hadist ) kemudian ia menyampaikannya ( kepada orang lain ) sebagaimana yang ia dengarkan, maka banyak orang yang menerima hadist tadi lebih mampu memahami hadist dari pada yang mendengarkan “ H.R. Tirmidzi.
  2. Dalam ayat dan hadist diatas terkandung prinsip-prinsip ketelitian dan kehati-hatian dalam menerima berita, penjagaan orisinilitas dan ketelitian dalam menyampaikan hadist kepada orang lain. Karena itu para shahabat dan generasi salaf sesudah mereka sangat berhati-hati dalam menyampaikan dan menerima berita ( hadist ) terlebih setelah terjadi fitnah di tengah-tengah ummat Islam sejak terbunuhnya  kholifah Ustman r.a. dan munculnya berbagai firqoh politik di tengah ummat Islam. Mereka sangat selektif, dan hanya mengambil hadist dari ahli sunnah dan menolak hadist dari ahli bid’ah.
  3. Dari sinilah kemudian lahir ilmu untuk meneliti sanad yang berupa ta’dil dan tajrih ( menimbang keadilan dan cacatnya seorang rawi ), diskusi sekitar para rawi, sanad yang tersambung dan terputus, pembahasan ‘ilal ( cacat hadist yang tersembunyi dll hanya saja pembahasananya masih sedikit dan singkat.
  4. Selanjutnya ilmu mushthalah berkembang terus, lebih luas ulama membahas cara menerima, menyimpan dan menyampaikan hadist dengan cara-cara yang valid, mengupas hadist yang nasikh dan mansukh ( menghapus dan terhapus karena perkembangan tasyri’ ), yang ghorib ( hadist-hadist individual ) dll hanya sayangnya bahasan-bahasan ini sifatnya masih lesan, belum berbentuk tulisan.
  5. Beberapa saat kemudian ilmu mushthalah mulai ditulis, sayangnya masih bercampur dengan ilmu-ilmu lainnya, sebagian dengan ushul fiqih semacam ar-Risalah dan sebagian dalam ilmu fiqih semacam al-Umm karya Imam Syafi’i.
  6. Akhirnya setelah tersosialisasikan dengan baik, para ulama juga telah menyepakati penggunaan istilah-istilah yang baku dalam ilmu ini ulama mulai menulis buku mushthalah hadist secara mandiri. Dalam hal ini pionirnya adalah Abu Muhammad al-Hasan bin Abdurrahman bin Kholad Ar-Ramharmazy yang wafat tahun 360 H dalam sebuah kitab yang berjudul “ al-Muhaddist al-Fashil baina ar-Rawi wal wa’iy “.


DIFINISI-DIFINISI POKOK
DALAM MUSHTHALAH HADIST

  1. Ilmu Mushthalah hadist : Ialah suatu ilmu dengan dasar-dasar dan kaidah yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal sanad dan matan ( hadist ) dari segi bisa diterima atau tertolak.
  2. Objek bahasannya : adalah sanad dan matan dari segi bisa diterima atau ditolak
  3. Faedahnya ; untuk memisahkan antara hadist yang shahih dan lemah
  4. Hadist : menurut bahasa : sesatu yang baru bentuk jama’nya : ahadist
Dan menurut istilah : Apa-apa yang dinsibahkan kepada nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan maupun sifat.
  1. Khabar : menurut bahasa berarti berita, bentuk jama’nya adalah akhbar
Menurut istilah : bisa bermakna sinonim dengan hadist, bisa juga berarti beda, bahwa hadist hanya yang berasal dari nabi sedang khobar yang berasal dari selain nabi, atau dalam makna yang lebih luas bahwa khobar mencakup apa-apa yang bersumber dari nabi dan selain beliau.
  1. Atsar : menurut bahasa adalah sisa dari sesuatu ( bekas )
Menurut istilah bisa disinonomkan dengan hadist, atau dalam makna lain adalah apa-apa yang dinisbahkan kepada para shahabat dan tabi’in baik berupa perkataan maupun perbuatan.
  1. Isnad : berarti mengangkat hadist kepada yang mengucapkannya dengan menyebut sandarannya ( orang-orang yang dilalui ). Bisa juga menjadi sinonim dengan sanad ( urut-urutan orang yang menyampaikan kita kepada matan ( isi hadist )
  2. Sanad : menurut bahasa berarti sandaran
Menurut istilah adalah Urut-urutan orang yang menyampaikan kita kepada matan ( isi hadist )
  1. Matan : menurut bahasa adalah tanah yang keras dan berbukit
Menurut istilah adalah isi hadist dimana sanad telah sampai pada akhirnya.
  1. Musnad mempunyai beberapa makna, diantaraanya : Setiap kitab dimana dihimpun didalamnya hadist-hadist yang diriwayatkan dari seorang shahabi secara keseluruhan. Bisa juga berarti hadist yang marfu’ ( sampai kepada nabi SAW ) dan muttasil ( tersambung sanadnya ). Kadang juga digunakan sebagai sinonim dengan sanad.
  2. Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadist lengkap dengan sanadnya.
  3. Muhaddist adalah orang yang berprofesi menelaah hadist baik secara teori maupun riwayat serta menguasai banyak riwayat dengan hal-ihwal para perawinya.
  4. Hafidz sering dianggap sinonim dengan muhaddist, tetapi kadang juga berarti untuk orang yang lebih menguasai hadist pada setiap tingkatan.
  5. Hakim ialah orang yang betul-betul menguasai hadist, sehingga tidak banyak yang terlewatkan.



KLASIFIKASI KHABAR ( HADIST )

  1. Menurut jalan – sampainya kepada kita.
    1. Mutawatir : Yang mempunyai banyak jalan dan tidak terbatas
Mutawatir juga bisa diartikan sebagai hadist yang diriwayatkan banyak perawi, dimana menurut hukum logika dan kebiasaan adalah mustahil mereka bersekongkol mengadakan dusta.

            Bisa disimpulkan bahwa syarat untuk hadist mutawattir adalah :
a. Diriwayatkan banyak perawi ( minimal 10 orang )
   b. Jumlah ini ada di setiap tingkatan sanad
c. Dijamin mereka tidak mungkin sepakat berdusta dan
d. landasannya adalah indra ( melihat, mendengar dll ).

            Hukumnya wajib diterima dan diamalkan secara dharuri ( tanpa pembuktian dan bahasan ) karena seolah-olah kita langsung mendengar hadist dari nabi SAW, yang mendustakannya dikategorikan kafir.
Mutawatir terbagi menjadi dua :
a. Lafdzi dan
b. ma’nawi ,
yang maknawi lebih banyak jumlahnya dari pada lafdzi
           
    1. Ahad : Yang mempunyai jalan terbatas dengan jumlah tertentu
Ahad terbagi tiga :
a. Masyhur,
b. ‘Aziz dan
c. Gharib.
Masyhur adalah hadist yang di setiap tingkatan sanad minimal diriwayatkan oleh 3 orang, sedang ‘aziz minimal mempunyai 2 orang perawi pada setiap tingkatan sedang Gharib yang terdapat seorang yang sendirian dalam sebuah tingkatan atau lebih. Nama lain dari gharib adalah fardun.

            Tidak semua hadist masyhur adalah shahih, demikian pula ‘aziz, namun bila ternyata shahih tentunya hadist masyhur yang shahih lebih kuat dari ‘aziz, demikian pula yang ‘aziz akan lebih kuat dari gharib.
Nama lain dari masyhur adalah mustafidh, karena tersiar luas dikalangan ummat. Namun demikian kata masyhur juga diberikan kepada hadist yang terkenal mestikun secara teori tidak mempunyai 3 perawi di setiap tingkatan sanadnya. Ada kalanya hadist masyhur ( terkenal ) hanya di kalangan ahli hadist saja, dikalangan orang awam, fuqoha, ahli bahsa, dll.


            Sedang Gharib/fard selanjutnya terbagimenjadi 2 :
a. gharib mutlaq (manakala kesendirian rawi terdapat pada asli sanad (tingkatan shahabat ) dan
b. gharib nisbi ( manakala kesendirian rawi terletak di tengah-tengah sanad ). Kadang gharib juga terbagi pada sanad dan matannya.

  1. Pembagian hadist ahad menurut kuat dan lemahnya
    1. Maqbul ( yang diterima kebenaran beritanya ) sehingga wajib diterima dan dijadikan landasan hujjah.
    2. Mardud ( tertolak kebenaran beritanya ) maka tidak boleh diamalkan dan dijadikan landasan hukum
            Selanjutnya hadist maqbul dilihat dari segi tingkatannya terbagi    menjadi :
a. Shahih lidzatihi
b. Hasan lidzatihi
c. Shahih lighoirihi dan
d. Hasan lighoirihi.

            Hadist shahih harus memnuhi 5 kriteria yang menjadi syaratnya : a. sanadnya bersambung 
b. setiap perawi dalam sanadnya bersifat adil,
c. dhabith ( teliti )
d. bebas dari kontrofersi dengan yang lebih kuat dan
e. bebas dari cacat yang tersembunyi.

            Yang pertama menyusun kitab shahih secara mandiri adalah Imam Bukhori, kemudian Imam Muslim, keduanya diterima ummat Islam dan dianggap sebagai dua kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an. Dan bila dibandingkan antara keduanya tentunya shahih Bukhori lebih utama dari shahih muslim dari beberapa segi :

a. Karena kepastian ketersambungnya sanadnya lebih kuat, 
b. orang-orangnya ( rijalussanad ) lebih terpilig serta
c. Dilengkapi dengan kesimpulan-kesimpulan hukum serta hikmah yang    terkandung.

            Sebagai catatan tentunya belum semua hadist shahih tercakup dalam kedua kitab ini, bahkan masih sangat banyak hadist shahih yang belum termuat. Imam Bukhori berkata “ Saya hafal 100.000 hadist shahih dan 200.000 hadist dhoif “ Sementara itu jumlah hadist dalam shahih Bukhori Cuma 7275 hadist ( dengan yang terulang-ulang ) atau hanya 4000 tanpa pengulangan, sedang Muslim hanya memuat 12.000 hadist denganpengulangan atau 4000 hadist tanpa pengulangan.

            Sisa-sisa hadist shahih yang belum dimuat dalam Bukhori Muslim ada dalam kitab mustadrak Hakim ( hanya sayangnya hakim terlalu mudah menghukumi hadist dengan shahih ), atau shahih ibnu hibban yang sedikit lebih hati-hati dari pada Hakim, sayangnya sistimatika penulisannya sangat rancu dan bisa juga dicari di shahih ibnu khuzaimah ( lebih hati-hati dari ibnu hibban dan Hakim ).


            Ada kalanya ulama menyusun kitab mustakhrojat ( menelaah hadist yang sama dari sebuah kitab shahih namun dari jalan ( sanad ) yang berbeda, sebagai pembuktian keshahihan hadist tersebut. Seperti yang ditulis oleh Abu baker al-isma’ily terhadap Bukhori, Abu ‘Uwanah al-Isfiroini terhadap Muslim dan Abu Na’im al-Asbahani terhadap Bukhori-Muslim.

            Tingkatan hadist shahih : Hadist shahih bertingkat-tingkat, sesuai dengan tingkatan kwalitas sanadnya ( ashahhul asanid ), karena itu dapat diklasifikasikan bahwa hadist shahih mempunyai tingkatan berikut :

            a. Muttafafaq alaihi ( yang disepakati Bukhori – Muslim )
            b. Yang diriwayatkan oleh Bukhori sendirian
            c. Yang diriwayatkan oleh Muslim sendirian
            d. Yang sesuai dengan syarat Bukhori – Muslim
            e. Yang sesuai dengan syarat Bulkhori
            f. Yang sesuai dengan syarat Muslim
            g. Yang shahih tetapi diriwayatkan oleh selain bukhori muslim

Yang dimaksud dengan syarat bukhori-Muslim adalah syaat dan jalan yang selalu diterapkan oleh keduanya dalam meneliti sebuah hadist.

            Hadist Hasan mempunyai kriteria yang hampir sama dengan shahih, hanya saja kwalitas ketelitian ( dhabth ) rawinya agak berkurang dibanding hadsih shahih yang memang mempunyai tingkat ketelitian sempurna. Meski demikian hadist hasan masih bisa diterima sebagai hujjah dan landasan amal ibadah.

            Hadist hasan ini bila kemudian terbukti mempunyai jalan lain yang selevel atau bahkan lebih kuat akan naik pangkat menjadi shahih lighoirihi ( menjadi shahih karena dikuatkan oleh sanad lainnya ). Sedang hasan lighoirihi aslinya adalah hadist dhoif yang mempunyai jalan lain menguatkannya.

            Ada kalanya sebuah hadist dihukumi shahih atau hasan ( berarti syarat-syarat keduanya terpenuhi ) ada kalanya hanya dihukumi shohihul isnad atau hasanaul isnad , yang berarti hanya dijamin keshahihah atau kehasanan sanadnya saja ( ittishal, ‘adalah dan dhabth ) sedang syarat matan ( bebas dari syudhudz dan illah ) tidak dijamin.

            Imam Tirmidzi kadang memberi hukum sebuah hadist dengan hasan-shahih, maksudnya, bila mempunyai dua sanad ( jalan ) berarti shahih menurut salah satu sanad dan hasan menurut lainnya. Atau bila hanya mempunyai satu sanad berarti shahih bagi suatu kaum dan hasan bagi kaum lainnya.

  1. Pembagian hadist Maqbul
            Hadist maqbul ( yang diterima ) terbagi menjadi dua :
a. Ma’mul bihi (    bisa diamalkan ) dan
b. Ghoiru ma’mul bihi ( tidak bisa diamalkan )


Yang termasuk ma’mul bihi adalah:

a.  Hadist muhkam ( tidak ada perselisihan dengan lainnya )
b. Mukhtalaf mumkinuttaufiq ( yang berselisih dengan lainnya namun bisa        dipadukan )
c. Rajih ( yang menang atas hadist lainnya ) dan nasikh ( yang menghapus hadist lainnya ).
Sedang yang ghoiru ma’mul bihi bisa dibagi menjadi
a. Mukhtalaf la yumkinuttaufiq ( berselisih dan tidak mungkin dipadukan )
b. Marjuh ( dikalahkan ) dan mansukh ( terhapus ).

            Mentarjih suatu hadist bisa dilihat dari berbagai segi, seperti dari pertimbangan sanad, matan, saksi dll. Sedang untuk mengetahui nasakh
( penghapusan ) biasanya melalui
a. Keterangan nabi sendiri
b. Ucapan shahabat
d. Memahami sejarah hadist dan
d. dengan ijma’ ( konsesus para shahabat ).
  


KHOBAR MARDUD ( HADIST YANG TERTOLAK )
           
            Hadist mardud adalah yang belum dapat dimenangkan kebenaran beritanya, hal itu karena ia kehilangan salah satu syarat dari syarat-sayarat untuk hadist maqbul.
            Hadist mardud ini macamnya sangat banyak dan bertingkat-tingkat, namun secara umum semuanya disebut hadist dha’if ( lemah ). Sedang sebab tertolaknya hadist pada pokoknya disebabkan oleh dua hal :
 1. Jatuhnya sebagian rawi dalam isnad dan
 2. adanya cacat dalam rawi ( periwayat hadist ).
            Dha’if ( lemah ) adalah sebuah hadist yang belum menghimpun shifat-shifat hadist hasan, dengan kehilangan salah satu dari syarat-syaratnya. Macamnya banyak sekali dan bertingkat-tingkat dan yang paling lemah adalah maudhu’ ( palsu ).
            Hukum meriwayatkan hadist dho’if menurut sebagian ulama diperbolehkan meskipun tanpa menyebutkan kelemahannya ( selain hadist maudhu’ ) asalkan memenuhi dua syarat :
1. Tidak berkaitan dengan aqidah dan
2. Tidak menjelaskan tentang hukum syar’I seeperti halal dan haram.
            Sofyan attsauri, Abdurrahman bin mahdi dan Ahmad bin Hambal membolehkan riwayat hadist dhoif untuk tarhib dan targhib, nasehat, cerita dan semisalnya. Namun tidak dibenarkan menggunakan shighah pasti seperti Rasulullah telah bersabda….., tetapi hendaknya dengan shighah yang tidak tegas seperti diriwayatkan dari Rasulullah bahwa…. Dst.
            Sedang hukum mengamalkannya menurut jumhur dibolehkan asalkan :
1. Tidak lemah sekali
2. Bisa dimasukkan dalam katagori hadist lain yang shahih ( bersesuaian ) dan
3. Ketika mengamalkan tidak dibenarkan meyakini keshahihannya, melainkan sekedar     upaya hati-hati saja.


PEMBAGIAN HADIST MARDUD

1. Mardud karena rawinya jatuh ( terputus )
Mardud karena salah satu atau lebih dari sanadnya ada yang jatuh, baik di permulaan, tengah ataupun akhirnya, sehingga runtutan sanad hadist terputus. Secara umum hadist jenis ini terbagi menjadi dua :
 a. Jelas jatuhnya, sehingga diketahui dengan gambling oleh para imam hadist setelah mengkaji sejarah hidup, masa belajaar dan pengembaraan para ruwat.
 b. Yang tersamar jatuhnya, hal ini hanya diketahui secara terbatas oleh mereka yang benar-benar mengadakan penelitian detail dalam hadist.
           
Yang jelas jatuhnya terbagi empat :
a.      Al-Mu’allaq
b.      Al-Mursal
c.       Al-Mu’dhal
d.      Al-Munqothi’
            Sedang yang tersamar jatuhnya ada dua :
                              a.      Al-Mudallas
                              b.      Al-Mursal al-Khofiy

2. Mardud karena cacat pada rawi
            Mardudu karena ada cacat pada rawi maksudnya adalah adanya aib yang menjadi pembicaraan/bahasan dari segi keadilan dan agamanya serta dari sisi ketelitian, hafalan dan perhatiannya.
            Sebab-sebab cacatnya seorang rawi ada sepuluh, lima hal berkaitan dengan keadilannya ( adalah ) dan lima lainnya berkaitan dengan ketelitiannya ( dhabth )
Yang berkaitan dengan keadilannya adalah :
  1. Dusta ( kidzb )
  2. Tuduhan dusta ( ittihamul kadzib )
  3. Kefasikan ( fisq )
  4. Bid’ah
  5. Ketidak jelasan identitas ( jahalah )
Yang berkaitan dengan ketelitiannya ( dhabth ) adalah :
  1. Kesalahan fatal ( fakhsyul gholath )
  2. Hafalan jelek ( su’ul hifdz )
  3. Lalai ( ghoflah )
  4. Banyak wahm/ragu-ragu ( kastratul auham )
  5. Berbeda dengan yang lebih kuat ( mukholafatusstiqot )



KETERANGAN SINGKAT
TENTANG KHOBAR MARDUD


A. MARDUD KARENA SANADNYA TERPUTUS

  1. AL-MU’ALLAQ :
Dalampengertian bahasa berarti yang tergantung, sedang pengertian istilahnya adalah : Khobar yang sejak awal sanadnya terhapus,baik hanya satu orang rawi atau lebih secara berurutan.
            Hadist  ini disebut mu’allaq karena diibaratkan sebagai sesuatu yang bergantung, atasnya nyambung, tetapi bawahnya terputus ( menggantung ). Hadist mu’allaq termasuk yang mardud ( tertolak ) karena ia kehilangan salah satu syarat dari syarat-syarat hadist shahih. Dalam kitab shahihain, bila kita menemukan hadist mu’allaq – dan ini hanya ada dalam muqoddimah, bukan dalam isi – maka hendaknya kita teliti, bila disebut dengan lafadz jazm ( pasti ) seperti  : qola (telah bersabda ) , dzakara ( telah menyebutkan ) dan haka ( telah mengisahkan ) maka dihukumi muttashil ( nyambung ) anadnya dan bia diterima kebenaarannya. Namun bila menggunakan lafazd ghoiru jazm, seperti : qila ( dikatakan ), dzukiro ( disebutkan ) dll, maka dianggap lemah.

  1. AL-MURSAL :
Dalam pengertian bahasa berarti yang terlepas/terbebas, karena tidak disebutkan rawinya dengan jelas. Sedang menurut penegertian istilah adalah : Hadist yang sanad akhirnya ( setelah tabi’iy ) terputus/jatuh.
Gambarannya adalah manakala ada seorang tabi’iy yang mengatakan, telah bersabda Rasulullah……, atau Rasulullah melakukan begini dan begitu dst.
Hukum mursal pada prinsipnya lemah, karena tidak memenuhi criteria shahih, karena keterputusan sanad, dan tidak diketahui siapa yang hilang darirantai sanad tersebut. Namun bisa jadi yang terputus adalah shohabi, bila demikian hadistnya dianggap shahih, karena semua shahabi dianggap adl ( diterima hadistnya ), beda halnya bila yang terputus adalah tabi’iy lainnya, bila hal ini terjadi perlu penelitian lebih jauh.
Karena itu ulama berselisih dalam hokum mursal ini, jumhur menghukumi mardud karena ada yang terputus dan tidak diketahui siapa dia, smentar itu menurut iman Abu hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad mursal bis dipakai hujjah, dan Imam Syafi’I bisa menerima namun bersyarat, yaitu bila disertai beberapa bukti yang menguatkan keabsahannya.
Mursal tidak monopoli tabi’in, kadang shahabat juga meriwayatkan hadist mursal, yakni hadist yang tidak langsung mereka terima dari nabi, tetapi dari shahabat lainnya, barangkali karena mereka terlambat masuk Islam, atau usia mereka yang sangat muda, sehingga terlambat mendengarkan hadist dari Nabi. Untuk mursal shahabi ini ulama menghukuminya dngan qobul ( diterima ).

  1. AL-MU’DHAL
                        Menurut arti bahasa mu’dhal berarti yang dilemahkan, sedang makna
istilah adalah : hadist yang dari sanadnya terdapat dua rawi atau lebih yang jatuh secara berurutan.
            Hadist ini dihukumi lemah, bahkan lebih lemah dari mursal dan munqothi’, karena banyaknya rawi yang jatuh. Kadang mu’dhal juga bisa disebut mu’allaq bila yang terhapus di akhir sanadnya, tetapi bila yng terhapus di awal atau tengah urutan sanad akan berbeda dengan mu’allaq.

  1. AL-MUNQOTHI’
            Menurut arti bahasa al-munqothi’ berarti terputus, lawan dari muttashil yang berarti tersambung. Sedang menurut istilah adalah hadist yang belum tersambung sanadnya, apa pun bentuk terputusnya.
            Dengan pengertian tersebut, maka mursal, mu’allaq dan mu’dhal masuk dalam criteria munqothi’. Karena itu para muhaddistin membuat istilah khusus untuk munqothi’ yang berbeda dengan tiga hadist tersebut. Maka munqothi’ bia didefinisikan sebagai hadist yang terputus dua rawi atau lebih secara tidak urut.
            Para ulama menghukumi munqothi’sebagai hadist yang lemah karena terputus sanadnya dan tidak diketahui sebagian rawinya.
                        



  1. AL-MUDALLAS
            Menurut arti bahasa mudallas berarti yang disembunyikan cacatnya, diambil dari kata dalas yang berarti gelap. Sedang art istilah mudallas bearti  hadist yang aib sanadny disembunyikan dan dibaik-baikan dhahirnya.
            Secara garis besar tadlis ( penyembunyian aib ) dalam hadist terbagi menjadi dua :
a.       Tadlisul isnad ( menyembunyikan sanad )
b.      Tadlisussyuyukh ( menyembunyikan syaikh – guru )
            Yang dimaksud dengan tadlisul isnad adalah : manakala seorang rawiyang mempunyai beberapa guru meriwayatkan suatu hadist dari salah seorang gurunya, padahal hadist tadi dia dapatkan dari guru yang lain ( dengan demikian ia telah melakukan manipulasi sanad ).
            Apabila deibandingkan dengan mursal khofi akan ada sedikit perbedaan, yaitu bahwa mursal khofi, seorang perawi menyatakan mendapatkan hadist dari seorang guru, padahal ia sama sekali bukan gurunya yang darinya ia mendengar hadist, hanya mungkin pernah bertemu atau hidup satu zaman. Sedang tadlis isnad, manipulasi terjadi terhadap satu guru atas guru lainnya.
            Yang termasuk tadlis isnad adalah tadlis taswiah, yaitu manakala seorang rawi meriwayatkan sebuah hadist dari seorang syaikh, kemudian dia menjatuhkan salah satu rawi yang lemah diantara dua rawi stiqoh yang saling bertemu. Diantara perawi yang suka melakukan tadlis ini adalah baqiyah bin walid dan walid bin muslim.
            Sedang tadlis syuyukh adalah manakala seorang rawi meriwayatkan sebuah hadist dari seorang syaikh, kemudian ia berinama lain, sebutan, gelar atau sifat-sifat yang asing sehingga sulit dikenal orang lain. Hal ini ia lakukan untuk menutupi kelemahan syaikh yang darinya ia mengambil hadist.
            Tadlis dianggap saudaranya dusta, karena itu dilarang, untuk tadlis isnad ulama menghukumi sebagai hal yang sangat makruh, sedang tadlis taswiah dianggap lebih berat dari tadlis isnad kesalahannya, adapun tadlis syuyukh maka makruhnya lebih ringan, karena sang  rawi tidak menjatuhkan seseorang dari ruwat hadist, ia hanya menyamarkan identitasnya.
            Sedang orang yang ketahuan pernah melakukan tadlis ( mudallis ) maka hadistnya perlu diwaspadai, sebagian ulama menolak karena dianggap sudah majruh ( cacat kepribadiannya ), sementara yang lain membedakan antara lafadz yang dipakainya, bila ia menggunakan lafadz yang tegas semacam “ saya telah mendengar “ maka hadistnya bisa diterima, tetapi kalau ia menggunakan lafazd tersamar semacam “ dari fulan “ maka hadistnya ditolak.

  1. MURSAL KHOFI
            Seperti yang disebutkan diatas bahwa mursal khofi, berdekatan dengan tadlis isnad, lebih jelsnya maksud dari mursal khofi adalah manakala seseorang meriwayatkan suatu hadist dari seseorang yan hidup sezaman dengannya, atau yang pernah bertemu dengannya, padahal ia tidak mendengar sama sekali hadist dari orang tersebut, dengan lafat yang mebngandung pengertian seolah-olah ia benar-benar mendengar dari orang tersebut.
            Hukum mursalkhofi juga tertolak ( dho’if ) karena sanadnya terputus, dan bila sudah terbukti terputusnya, maka hukumnya menjadi munqothi’.
            Mursal khofi bisa diketahui lewat penelitian para ahli hadist, kadang dari pengakuan rawi sendiri atau dengan perbandingan antar sanad dari jalan lain.

  1. MU’AN’AN DAN MU’ANNAN
            Disebut hadist mu’an’an manakala rawi menyatakan bahwa dia menerima hadist dari fulan, fulan dari fulan dst, sedang mu’annan maksudnya adalah manakala perawi menyatakan bahwa sesungguhnya fulan berkata dst. Kedua-duanya tidak memberikan jaminan yang pasti bahwa yang rawi mendengar langsung darigurunya (sami’tu ), sehingga patut dipertanyakan melalui apa ia menerima hadist. Karena itu ulama berbeda pendapat tentang hokum kedua hadist tadi
            Mereka yang menerima keduanya memberikan beberapa syarat, ada yang disepakati ada pula yang belum disepakati. Yang disepakati adalah :
a.       Manakala mu’an’in/mu’annin ( perawinya ) tidak dianggap mudallis
b.      Dimungkinkannya bertemua antara rawi dengan ysaikhnya
            Sedang yang belum disepakati adalah :
a.       Benar-benar terbukti ada pertemuan antara keduanya ( murid dengan gurunya )
b.      Waktu pertemuannya cukup panjang
c.       Terbukti bahwa ia memang mempunyai beberapa riwayat lain dari gurunya tersebut.
            Bila semua itu terpenuhi maka keduanya termasuk hadist yang maqbul.
     


     
B.     MARDUD KARENA CACAT PADA RAWI

  1. MAUDHU’
Dalam pengertian bahasa maudhu’berarti yang diletakkan, karena lemahnya. Dalam pengertian istilah berarti dusta yang diada-adakan dan dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. Dengan kata lain hadist maudhu’ adalah hadist palsu.
            Inilah tingkatan paling rendah dan paling jelek ddiantara hadist-hadist mardud, bahkan sebagian ulama menganggapnya sebagai bagian yang mandiri, bukan dari hadist.
            Karena itu tidak boleh mriwayatkan jenis hadist ini keualidengan penjelasan statusnya, supaya tidak memperosokkan orang lain. Diantara cara-cara para pemalsu hadist adalah dengan menyusun sendiri ucapan-ucapan yang mereka inginkan, atau mengambil ucapan para ahli hikmah kamudian membuat sanad kepada nabi SAW. Sementara itu kita bisa mengetahuinya melalui beberapa jalan diantaranya : pengakuan para pemalsu hadist sendiri, penelitian yang membuktikan bahwa sanadnya karangan, atau melihat kwalifikasi para rawinya atau dari segi lafadz hadistnya yang rancu, tidak rasional bahkan bertantangan dengan al-Qur’an.
            Diantara penyebab orang memalsu hadist adalah : Ingin mensugesti ibadah kepda orang lain, untuk mendukung partai atau golongannya, sengaja merusak Islam, mencari muka dan jabatan, mencari uang dan upahan serta mencari popularitas.
            Karena kurang peneitian beberapa kitab tafsir ikut memasukan banyak haadist palsu ini diantaranya : Astta’labi, al-Wahidi, Azzamakhsyari, Al-Baidhowi dan Assyaukani.

  1. AL-MATRUK
            Artinya yang ditinggalkan, yaitu manakala dalam sanadnya ditemukan rawi yang tertuduh sebagai pendusta. Hal itu bisa diketahui melalui kebiasaannya sehari-hari atau dia hanya mempunyai satu jalur sanad yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan umum. Jenis ini termasuk yang sangat lemah dan harus ditolak, posisinya berada setelah maudhu’.

  1. AL-MUNKAR
            Artinya yang diingkari, yaitu manakala sebab cacatnya rawi adalah salah satu dari tiga hal : fahsyul gholath ( kesalahan yang fatal ), ghoflah ( lali, ceroboh) dan fisq ( kefasikan – melakukan yang dilarang syareat ).
            Ada perbedaan antara  syaadz dan munkar, hadist munkar berarti diriwayatkan oleh rawii yang lemah ( tertolak ) dan bertentangan dengan yang diriwayatkan para tsiqoot ( kuat dapat dipercaya ), sedang syaadz adalah hadist yang diriwayatkan oleh rowi yang maqbul ( bisa diterima ) namun bertentangan dengan riwayat tsiqoh yang lebh kuat darinya.
            Hadist munkar termasuk hadist yang lemah sekali dan tidak boleh dijadikan landsan hokum. Lawan dari hadist munkar adalah ma’ruf, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh para tsiqoot dan bertentangandengan riwayat orang yang lemah.

  1. AL-MU’ALLAL ( AL – MA’LUL )
            Hadist ma’lul berarti mengandung cacat/aib ( penyakit ). Biasanya peneyebabnya adalah “ wahm “ keraguan. Secara lahiriah hadist ini tampak selamat dari cacat tetapi bila diselidiki secara mendalam akan ditemukan aibnya.
            Karena itu kriteria bagi “ ‘illah “ adlah manakala ia tersembunyi dan menyebabkan tertolaknya hadist. Maka bila ada cacat yang jelas, hadist tersebut tidak termasuk kategori ma’lul, demikian pula bila illahnya tidak menyebabkan tertolaknya hadist, juga berada di luar kategori hadist ini.
            Adalah sangat sulit untuk mendeteksi jenis aib hadist ini, hanya para ahli hadist yang tekun, teliti dan berpengalaman saja yang bisa mendeteksinya seperti : ibnu al-Madini, Ahmad, Bukhori, Abu Hatim dan Addaru al-Quthni.

  1. AL-MUKHOLAFAH LISSTIQOT (  BERTENTANGAN DENGAN YANG LEBIH KUAT )
                  Cacatnya rawi karena bertentangan dengan tsiqot ( yang lebih kuat ) melahirkan lima jenis hadist, masing-masing : Mudroj, maqlub, al-mazid fi muttashilissanad, al-mutthorib dan al- mushahhaf.

            5.a. AL-MUDROJ.
            Artinya yang dimasuki, yaitu suatu hadist yang sanadnya dirubah atau dimasuki pada matannya, sesuatu yang bukan darinya, tanpa pemisah.
            Mudroj ada dua macam, yaitu : mudroj sanad dan mudroj matan, sesuai dengan tempat  terjadinya idroj. Adapun sebab terjadinya idroj biasanya karena salah satu dari tiga hal : untuk menerangkan hokum syar’I dalam hadist, sebagai kesimpulan dari hadist dan sebagai keterangan makna dari lafadz yang sulit.
            Idroj disepakati oleh ulama haram untuk dilaksanakan, kecuali bila dimaksudkan untuk memberi tafsir terhadap kata-kata yang asing dan sulit difahami, seperti yang dilakukan oleh Azzuhri dan lain-lainnya.

5.b. AL-MAQLUB
            Artinya yang terbalik, yaitu hadist yang dalam sanad maupun matannya terdapat perubahan baik dengan mendahulukan yang akhir ataupun mengakhirkan yang depan.
            Karena itu para ulama membagi maqlub menjadi dua : maqlub matan dan maqlub sanad, sesuai dengan tempat terjadinya iqlab. Orang melakukan iqlab/taqlib biasanya untuk menarik perhatian orang lain karena tampak aneh, atau untuk menguji para perawi hadist atau bisa juga karena kesalahan, lemahnya hafalan dan kurangnya ketelitian.
            Hukum hadist maqlub adalah lemah, sedang kesengajaan melakukan taqlib/iqlab bila sekedar mencari perhatian maka harom hukumnya, bila untuk menguji bisa debanarkan dan bila disebabkan karena kesalahan akan mengakibatkan penilaian kepada dirinya sebagai rawi yang tidak dhobith.

5.c. AL-MAZID FI MUTTASHIL AL-ASANID
            Maksudnya adalah adanya tambahan rawi dalam sanad suatu hadist yang sudah nyata tersambung.
            Apa bila ada satu sanad hadist yang baik dan muttashil, kemudian ditemukan sanad yang lain dengan tambahan satu atau dua orang lainnya, maka tambahan tersebut dianggap wahm ( meragukan ) bila sanad yang singkat lebih kuat dan teliti. Tetapi bila sebaliknya, sanad dengan tambahan rowi lebih kuat, maka bisa diterima.

5.d. AL-MUTTHORIB
            Artinya yang tidak stabil, tidak beraturan dan banyak gerak, tidak tetap. Yaitu suatu hadist yang diriwayatkan dalam banyak versi yang berbeda satu dengan lainnya, semuanya mempunyai kekuatan yang sama. Dengan demikian tidak mungkin dipadukan atau ditarjih ( dimenangkan ) salah satu atas lainnya.
            Itthirab kadang terjadi pada sanad, kadang pada matan hadist. Dan hadist ini tergolong lemah karena menunjukkan kelemahan sang rawi ( tidak dhobith ).




5.e. AL-MUSHAHHAF
            Artinya kesalahan dalam shohifah ( lembaran ), baik dalam tulisan maupun bacaan. Yaitu perubahan kata dalam hadist dari yang diriwayatkan oleh para perowi stiqot, baik dalam lafadz maupun makna.
            Tashhif kadang terjadi pada sanad, kadang pada matan. Sedang sebabnya kebanyakan adalah adanya kesalahan pada penglihatan atau pendengaran, tashhif juga bisa terjadi pada lafadz atupun makna.
            Ibnu hajar membagi jenis hadist ini ke dalam dua kelompok :
a. Mushahhaf, manakala perubahan terjadi pada titik-titik huruf, sementara tulusannya tetap. Dan
b.  Muharraof, manakala perubahan terjadi pada harokat (syakl ) pada huruf.
            Tashhif sering terjadi karena seorang rowi mengambil hadist langsung dari buku-buku hadist, tanpa konformasi dari pemilik hadist. Seseorang yang melakukan kesalahan berupa tashhif bila jarang-jarang, masih bisa dimaklumi dan diterima hadistnya, namun bila hal itu sering terjadi maka dia dianggap sebagai ghoiru dhabith.

5.f. ASSYADZ DAN AL-MAHFDZ
            Assyadz artinya yang menyendiri, berbeda dari orang banyak. Yaitu hadist yang diriwayatkan oleh rowi yang maqbul ( bisa diterima riwayatnya ) namun bertentangan/berbeda dengan riwayat orang lain yang lebih tsiqoh/kuat.
            Yudzudz kadang terjadi pada sanad, kadang pada matan hadist. Sedang lawan dari hadist syadz adalah mahfudz, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat dan bertentangan dengan riwayat rowi stiqoh lainnya. Hadist syadz hukumnya tertolak, sedang hadist mahfudz diterima.

  1. AL-JAHALAH BIRRAWWI
            Yaitu rawi hadist yang tidak diketahui identitasnya dengan jelas, karena ia mempunyai banyak sebutan, gelar dan nama atau karena ketidak populerannya, sehingga tidak dikenal. Bisa juga sengaja namanya tidak disebut dengan jelas dan hal ini disebut mubham.
            Majhul terbagi dalam tiga kategori,
a. Majhulul’ain, yaitu rawi yang disebut namanya namun tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali hanya satu orang. Dalam hal ini riwayatnya tertolak, kecuali bila terbukti ketsiqohannya.
b. Majhulul hal ( mastur ) yaitu orang yang diambil riwayat darinya oleh dua orang atau lebih, namun belum terbukti kestiqohannya, hadistnya juga tertolak dan
c. Mubham, yaitu ketika rowi tersebut tidak dijelaskan namanya. Hadistnya juga tertolak.

  1. AL-BID’AH
            Artinya adalah tambahan baru dalam agama setelah disempurnakan. Bid’ah ada dua macam :
a. mukaffiroh, yang melakukannya menjadi kafir karenanya dan
b. mufassiqoh, yang melakukannnya menjadi fasik karenanya.
            Para ahli bid’ah terutama bid’ah mukaffirah, hadistnya wjib ditolak, sedang ahli bid’ah mufassiqoh perlu ditinjau dulu, bila tidak menyeru pada bid’ahnya atau mendukung bid’ahnya maih bisa diterima hadistnya sesuai dengan ketentuan diterimaanya hadist.

  1. SU’UL HIFDZI
            Artinya lemah hafalan, dimana seorang rawi lebih sering salah dari pada benarnya.. Adakalanya seorang rawi mempunyai hafalan lemah sejak masa anak-anaknya, adakalanya menjadi lemah setelah lanjut usia dan yang kedua ini orangnya disebut mukhtalith. Untuk yang pertama riwayatnya tertolak, sedang yang kedua dipisahkan, hadist yang diriwayatkan sebelum ikhtilath ( pikun ) bisa diterima, sedang yang diriwayatkan ssesudah masa ikhtilath ditolak. Demikian pula yang tidak jelas diketahui kapan diriwayatkan, maka lebih selamat untuk ditinggalkan.



PEMBAGIAN HADIST
KEPADA SIAPA DISANDARKAN

      Bila ditinjau kepada siapa suatu hadist disandarkan maka bila dikelompokkkan menjadi empat :
a. hadist qudsi
b. marfu’
c. mauquf dan
d.maqthu’. Berikut ini adalah keterangan singkat tentang empat  macam hadist tersebut.

  1. AL-HADIST AL-QUDSI
            Yaitu hadist yang diriwayatkan kepada kita dari nabi Muhammad SAW yang disandarkan kepada Allah SWT.
            Berbeda dengan al-Qur’an, hadist qudsi meskipun ma’nanya dari Allah tetapi lafadznya dari nabi, sedang al-Qur’an, makna dan lafadznya dari Allah SWT. Al-Qur’an semuanya mutawatir, sedang hadist qudsi tidak disayararatkan menjadi mutawatir.
            Jumlah hadist qudsi bila dibandingkan dengan hadist-hadsit nabi sangat sedikit.

  1. AL-MARFU’
            Yaitu hadist yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan maupun sifat. Ada kalanya marfu’ ini muttashil tetapi kadang tidak muttashil, yang tidak muttashil tentnya tidak bisa diterima.


  1. AL-MAUQUF
            Yaitu hadist yang disandarkan kepada shahabi, baik itu berupa perkataan, perbuatan maupun sifat. Seperti juga marfu’ hadist mauquf bisa muttashil sanad, bisa juga munqothi’ sanad.
            Meskipun sanadnya muttashil dan shahih hadistnya, mauquf tidak dapat dijadikan landasan hokum. Tetapi ia mempunyai fungsi untuk menguatkan suatu pendapat atau hadist lainnya.
            Adakalanya hadist mauquf dihukumi sebagai marfu’, umpanya bila bercerita tentang masalah-masalah ghoib, masa depan, hal-hal yang tidak mungkin berijtihad dll, karena shahabat pastilah mendengar semua itu dari nabi SAW. Bisa juga perbuatan yang disandarkan pada zaman nabi, atau shahabi menyatakan bahwa kami diperintahkan untuk demikian dan demikian …dst. Atau mungkin merupakan tafsir dari al-Qur’an  yang berkaitan dengan asbabunnuzul, semua itu bisa dihukumi sebagai hadist marfu’.

  1. AL-MAQTHU’
            Yaitu hadist yang dinisbahkan kepada tabi’I atau yang sesudah mereka, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Maqthu’ berbeda dengan munqothi’, karena maqthu’ berkaitan dengan sifat matan yang disandarkan kepada tabi’I sedang munqothi’ menerangkan tentang sifat sanad yang terputus.
            Jenis hadist ini juga tidak bisa dijadikan landasan hokum secara mandiri, kecuali sekedar menjadi penguat suatu pendapat.


BEBERAPA JENIS HADIST
DIANTARA MAQBUL DAN MARDUD

            Ada beberapa jenis hadist yang bisa menjadi maqbul, bisa juga menjadi mardud diantaranya :

  1. AL-MUSNAD
                  Yaitu hadist yang sanadnya menyambung dan sampai kepada Nabi Muhammad SAW, selanjutnya untuk bisa diterima atau tidak tergantung dari kwalitas rijal sanadnya.

  1. AL-MUTTASHIL
                  Yaitu hadist yang snadnya bersambung ( tidak terputus ), apakah ia sampai kepada nabi atau berhenti hanya pada shahabat, bahkan tabi’in.

  1. ZIADATUTTSIQOT
                  Yaitu tambahan lafadz dari suatu hadist yang diriwayatkan oleh tsiqoh atas hadist lain yang juga diriwayatkan oleh tsiqoh lainnya. Hukumnya bisa diterima bila tidak ada pertentangan, namun bisa saling bertentangan ditarjih yang palin gkuat.


  1. AL-MUTABI’ DAN AS-SYAHID
                  Bila ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh seseorang rawi ( sendirian ) kemudian kita ingin meneliti apakah ada sanad lain yang menyertai, maka perbuatan itu disebut I’tibar. Hasilnya adalah menemukan hadist mutabi’ dan syahid.
      Mutabi’, bila hadist tadi sanadnya bertemu pada shahabat dengan sanad hadist pertama dan syahid bila sanadnya berpisah pada shahabat.




1 komentar:

mantap artikelnya.

bisnis online menguntungkan www.kiostiket.com

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More